Selasa, 01 Februari 2011

Hukum Rokok dan Profesi Terkait

           Masalah rokok sudah menjadi wacana fiqih kontemporer yang dibahas oleh ulama kontemporer. sebgaian besar ulama dunia menetapkan keharamannya melalui berbagai risalah dan buku yang ditulis mengenai hukum rokok di antaranya: Syeikh Abdul Qadir Atha dalam bukunya Hadza Halal wa Hadza Haram atau Dr. Yusuf al-Qardhawi dalam berbagai tulisannya seperti al-Halal wal Haram fil Islam. para ulama Timur Tengah, khususnya Najed, mengharamkan rokok.
Barangkali fatwa yang paling objektif, jujur, adil dan paling tepat alasannya dalam masalah ini adalah yang dikemukakan oleh Syekhul Mahmud Syaltut, yaitu bahwa kalaupun rokok tidak menjadikan mabuk dan tidak merusak akal tetapi masih menimbulkan mudharat yang dapat dirasakan pengaruhnya pada kesehatan orang yang merokok dan yang tidak merokok.
Padahal dokter telah menjelaskan bahwa unsur-unsur yang ada dodalamnya diketahui mengandung racun, meskipun berproses lambat yang akan dapat merampas kabahagiaan dan ketentraman hidup manusia.karena itu, tidak diragukan lagi bahwa rokok dapat menimbulkan gangguan dan mudharat, sedangkan hal ini merupakan sesuatu yang buruk dan terlarang menurut pandangan Islam. Di sisi lain, pengeluaran belanja untuk rokok sebenarnya dapat digunakan untuk sesuatu yang lebih baik bermanfaat. maka, dari sudut pandang ini, jelas-jelas bahwa merokok dilarang dan tidak dibolehkan syariat.
            Imam Ibnu Hazm dalam al-Muhalla (VII/503) menetapkan haramnya memakan sesuatu yang menimbulkan mudharat berdasarkan nash umum. Beliau mengatakan "Segala sesuatu yang membahayakan adalah haram berdasarkan sabda Nabi saw,. 'Sesungguhnya Allah mewajibkan berbuat baik kepada segala sesuatu.' Maka menurutnya, barang siapa yang menimbulkan mudharat pada dirinya sendiri dan pada orang lain berarti ia tidak berbuat baik dan barang siapa yang tidak berbuat baik berarti menentang perintah Allah untuk berbuat baik kepada segala sesuatu itu."
          Penetapan hukum haramnya rokok ini karena membahayakan berdasarkan firman Allah sw., "Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. (an-Nisaa': 29) Imam Nawawi mengenai hal ini secara tegas dalam kitab Raudhah-nya mengatakan bahwa segala sesuatu yang bila dimakan membahayakan maka memakannya haram.
          Meskipun demikian, tidak dapa dipungkiri bahwa masalah rokok ini memang khilafiyah(masih diperselisihkan) dan sesuatu yang keharamannya masih diperselisihkan perlakuan hukum dan predikatnya tidaklah sampai pada tingkat sebagaimana keharamannyayang telah disepakati secara ijma (konsensus ulama).
          Bila hal ini kita sepakati dan yakini sebagai suatu dosa meskipun membawa manfaat, tetapi sebenarnya dosa dan mudharatnya lebih besar dari manfaatnya, sebagaimana halnya khamr (minuman keras) sehingga tetap diharamkan Allah (al-Baqarah: 219). Maka, segala profesi dan aktivitas yang terkait denganya ikut menanggung dosa. Bukankah Nabi telah melaknat khamr, juga semua pihak yang terlibat dengannya secara keseluruhan. Hal ini karena jika Allah mengharamkan sesuatu maka Dia mengharamkan segala bentuk keterlibatan yang mendukungnya (al-Maidah: 2).
         Namun meskipun demikian, dalam batas tertentu karena kondisi kebutuhan yang mendesak yang dapat dikategorikan mendesak, selama belum ada alternatif lain setelah melalui berbagai usaha maksimal, maka profesi yang terkait dengan masalah ini bisa dimasukkan kedalam kategori rukhsah (dispensasi atau keringanan hukum syariah) untuk sementara waktu sampai mendapat profesi lain yang tidak mengandung mudharat didalamnya.

diambil dari sumber : Utomo, Setiawan Budi, Fikih Aktual, Gema Insani Press, 2003, hal. 209-215.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar